Jumat, 15 Juli 2011

orbit dalam ruang

Bab 2
Orbit dalam ruang
               

Pada paragraf yang lalu telah diuraikan  bahwa  suatu lintasan di dalam ruang ditentukan oleh bentuk orbit  dan orientasinya. Bentuk geometri suatu orbit dicerminkan oleh  oleh dua unsur yaitu elemen geometri dan elemen  orientasi. Elemen orientasi adalah sudut simpul naik, W,  argumen perihelium w dan inklinasi i . Sedangkan elemen geometri ialah setengah sumbu panjang elip, a , eksentrisitas, e .

Gb. 2-1   Orbit anggota Tata Surya relatif terhadap bidang ekliptika dengan   Matahari   sebagai salah satu titik api lintasan berbentuk   Elip


Periode orbit, P dan  saat terakhir melewati titik terdekat dengan titik  fokus lintasannya yang berbentuk elip,T,  disebut elemen dinamik. Seandainya kala edar P diketahui maka masalah yang harus dipecahkan adalah bagaimana menyatakan koordinat polar benda langit  sebagai fungsi waktu. Dari pengetahuan ini kita akan dapat menentukan posisi benda langit tersebut dalam koordinat ekuatorial, asensio rekta, a dan deklinasi, d. Untuk keperluan ini tinjaulah ilustrasi yang diragakan dalam Gb. 2-2

Gb.2-2 Ilustrasi  orbit elip dan lintasan bantu Kepler
(lingkaran putus-putus dengan jejari a)

Andaikan m  adalah Satelit yang bergerak mengorbit Bumi, m1 dan misalkan pula koordinat polar titik massa m pada saat t adalah (r,f). Dalam hal ini r, menyatakan jarak  m terhadap m1 sedangkan  f, adalah sudut yang dibentuk oleh radius vektor r terhadap sumbu referensi yang kita pilih. Selanjutnya definisikan besaran berikut;
a)      Anomali benar (true anomaly) f, adalah sudut yang diukur searah dengan gerak titik perige terhadap garis vektor yang menghubungkan m dengan m1
b)      Anomali eksentrik (eccentric anomaly) E, yaitu sudut pada pusat lingkaran yang diukur  dari perige dalam arah yang sama seperti halnya f
c)      Anomali rata-rata (mean anomaly) M, dinyatakan sebagai sudut yang ditempuh oleh radius vektor r, rata-rata selama satu satuan waktu sejak  meninggalkan titik perige.

                                                    (2-1)

Harga n dapat ditentukan dari kaedah hukum Kepler III yaitu ;

                                                               (2-2)

Dalam hal ini : T = saat terakhir melewati perige
                         k = konstanta Gauss
                        m = dinyatakan dalam  massa matahari
                         n = dalam radian persatuan waktu

2.1  Pernyataan persamaan lintasan
            Untuk membahas persamaan lintasan akan digunakan bantuan geometri seperti yang diperlihatkan dalam  Gb. 2-2.
Kita lihat bahwa;

S2K : LK = b : a  atau  r Sin f : a Sin E = b : a                                  (2-3)

Terlihat pula bahwa;

S1K =  r Cos f = ae – a Cos E  atau r Cos f = a Cos E –ae                 (2-4)

             dan    S2K = r Sin f  =  a                                                      (2-5)

Dari kedua pernyatan ini dapat dihitung bahwa;

  (r Cos f)2 +(r Sin f)2 = a( 1 – e2 ) Sin2E + ( aCos E – ae )2                           (2-6)

Atau  r = a ( 1 – eCos E )                                                                           (2-7)                                                                           

Dengan mengingat hubungan goniometri, Cos f =  1- 2 Sin2 (f/2)  dengan cara yang sama kita peroleh;

 
Atau                                                                                (2-8)

Berdasarkan hukum Kepler III dapat juga diturunkan  dengan cara berikut; yaitu pada saat T, m ada di titik terdekat dengan massa m1 selanjutnya terlihat pula bahwa;

Luas S1S2P =  

Disamping itu luas S1S2P dapat juga dihitung dengan cara yang lain yakni;

Luas S1S2P   = Luas KPS2 + Luas S1S2K
 = ,  atau dapat ditulis

M = E –e Sin E                                                                                           (2-9)

Persamaan ini disebut dengan persamaan Kepler. Nilai E dapat dihitung dari persamaan Kepler bila M dan e diketahui.  Bila eksentrisitas, e cukup kecil, dalam hal ini  e < 0,2 seperti halnya orbit  planet dan  mayoritas satelit buatan, persamaan ini dapat diuraikan dalam deret Fourier yang bentuknya dinyatakan oleh persamaan berikut;

                                                               (2-10)

Dalam hal ini Jk  adalah fungsi Bessel, contoh untuk k= 2 adalah;

                                                                          (2-11)

Untuk keperluan praktis akan lebih mudah kalau persamaan Kepler diselesaikan dengan metoda numerik Newton-Raphson. Caranya diberikan dalam algoritma dan flowchart berikut;


Algoritma Newton-Raphson(f(e),f’(E),E0,e, M dan E)

1.      Berikan nilai pemula E0 untuk harga E
2.      Hitung
3.      Test apakah, | E-E0 | £ e | E0 |  bila ya proses dihentikan dan E adalah nilai yang memenuhi.   Bila tidak ambil E0 = E kembali ke langkah 2

Simbol pada algoritma diatas adalah f(E) persamaan Kepler  dan f’(E) turunan pertamanya. Sedangkan e  adalah presesi yang kita inginkan  dan E0 harga pendekatan awal anomali eksentrik  yang kita ambil. Bila E telah dapat ditentukan maka r dan f dapat kita hitung  dari persamaan  (2-7) dan (2-6).
Sewaktu menggunakan algoritma ini perlu diperhatikan nilai pemula E0 . Perlu dihindari titik stasioner yaitu titik dimana  turunan pertama fungsi Kepler, f’(E0) = 0 dan titik belok, yaitu titik dimana terjadi peralihan dari cekung ke atas ke cekung ke bawah atau sebaliknya. Titik belok memenuhi syarat f“(E0) = 0, iterasi tidak akan pernah konvergen pada kedua titik ini. Untuk itu dalam program komputer perlu dibuat subroutine guna menghindari kedua kasus ini. Flowchart pada Gb 2-.3 tidak meninjau kasus seperti ini.




Flowchart Metoda Newton-Raphson

Gb.2-3    Flowchart solusi persamaan Kepler. Dalam hal proses tidak konvergen
               ulangi proses dengan mengambil harga E0 yang berbeda

2.2  Contoh Kasus
Sebuah titik massa m, dilempar dari planet Bumi dengan tujuan Mars. Andaikan  dalam perjalanannya ke planet Mars, titik massa itu hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi Matahari. Tentukankanlah kordinat (r,f) titik massa tersebut bila diketahui jarak Mars dari Matahari  pada saat titik massa m dilemparkan adalah 1,38 SA .


Penyelesaian
Deskripsi persoalan ini dijelaskan dengan diagram bantu seperti yang diragakan dalam Gb.2-4
Gb.2-4 Diagram lintasan Mars, titik massa m dan orbit Bumi


Perhatikan gambar diatas, untuk titik m berlaku;

  1. Jarak Bumi-Mars pada saat itu  merupakan  sumbu panjang lintasan elip yang akan ditempuhnya, jadi  2a = 1 + 1,38 = 2,38 SA dengn demikian a = 1,19 SA
  2.   Periode P dapat dicari  dari hukum Kepler III;
            = 0,0172(1,19) -1,5 = 0,0132 rad/hari
             sehinggga P = 2p/n = 476 hari
  1. Menentukan eksentrisitas e;
Posisi perihelion rp = a(1- e ) = 1 SA
Posisi aphelion   ra = a (1 + e) = 1,38 SA

Dengan demikian kita peroleh eksentrisitas e = 0,16   sehingga radius vektornya dapat dihitung dari ;


Untuk menentukan  radius vektor r dan anomali benar f  pada saat tertentu, kita harus mengetahui lebih dahulu  posisi Bumi dan Mars pada saat yang bersangkutan konfigurasi  umum ini diragakan pada gambar 2-15



Gb.2-5 Konfigurasi planet Mars dan Bumi. Jarak Mars dari Bumi dapat  
            dihitung dengan  rumus kosinus ;

Sebagai contoh, misalkan kita ingin mendaratkan wahana pada saat jarak Bumi dan Mars minimum yaitu sekitar  tangggal 20 Agustus 1961. Jadi titik massa m harus kita luncurkan P/2 atau  238 hari sebelum  20 Agustus 1961 jadi tanggal 26 Desember 1960. Anomali benar dan jarak wahana dari Matahari untuk berbagai tanggal  diberikan dalam  Tabel 2-3  berikut

Tabel  2-1 Jarak wahana dan anomali benar untuk berbagai saat pengamatan

No
Tanggal
[1961]
t-T
(hari)
M
(Radian)
f
(derajad)
r
(SA)
4.       
Februari,  1
35
0,463
36,4
1,03
5.       
Maret ,1
64
0,847
64,6
1,09
6.       
April, 1
95
1,255
90,4
1,16
7.       
May, 1
125
1,655
112,6
1,24
8.       
Juni, 1
156
2,062
132,6
1,30
9.       
Juli, 1
186
2,460
150,8
1,35
10.   
Agustus, 1
217
2,872
168,6
1,37

Jika posisi  wahana diketahui maka jarak wahana dari Bumi bisa dihitung, untuk itu paragraf berikut menjelaskan cara menghitung koordinat ekuatorial wahana tersebut
Gb.2-6 Posisi m dalam sistem kartesis XYZ. m1 menyatakan  matahari dan m, menunjukkan wahana

Dari gambar diatas kita lihat bahwa ;

             x = r cos b cos l
y = r cos b sin l                                                                                     (2-12)
             z = r sin b

atau dalam sistem koordinat  yang baru dimana sumbu x’ dambil sebagai garis nodal, maka dapat dilihat bahwa;

              x’ = r Cos b Cos ( l - W ) = r Cos ( f + w )
y’ = r Cos b Sin ( l - W ) = r Sin ( f + w ) Cos I                                  (2-13)
            z’ = r Sin b  = r Sin ( f + w ) Sin i


Oleh sebab itu jika r,b,l dan W diketahui maka x’,y’ dan z’ bisa dihitung. Selanjutnya dari pernyataan ini dapat diturunkan beberapa hal yaitu; menentukan hubungan koordinat ekuatorial heliosentrik dan elemen posisi wahana
                  Gb.2-7 Lintasan titik massa m dalam ruang. Sumbu x mengarah
                   pada  titik  vernal ekuinok.(posisi matahari terbit tanggal 21 Maret)

Dari pernyataan (2-13) dapat dilakukan beberapa kombinasi bila ini dilakukan maka dari  pernyataan diatas kita lihat bahwa;

    Tan ( l - W ) = Tan ( f + w ) Cos i                                                         (2-14)
Tan b = Sin ( l - w ) Tan i                                                          (2-15)

Pernyataan ini menunjukkan bahwa bila inklinasi,  i = p/2 maka  Tan ( l - W ) =0 atau  l = W , sedangkan b tidak dapat didefinisikan, demikian pula halnya apabila Sin ( l - w ) = 0  maka berakibat b =0.
Jika m1  menyatakan Matahari dan kita ingin menentukan posisi m dalam tata koordinat ekuatorial, maka kedudukan m dengan koordinat  (b, l) bila dilihat dari Bumi merupakan posisi m dalam koordinat  ekuatorial heliosentrik. Untuk menentukan (a,d) bila dilihat dari Bumi dapat dilakukan dengan melakukan transformasi koordinat ekuatorial heliosentrik ke koordinat ekuatorial geosentrik;


Gb.2-8 Konversi posisi ekuatorial heliosentrik ke
                                        tata koordinat ekuatorial geosentrik

Dalam gambar diatas p menyatakan planet atau benda langit lainnya sedangkan koordinat ekuatorial, ( a, d ) = ( l, l ) menyatakan kedudukan titik massa m bila dilihat dari Matahari. Selanjutnya E, menyatakan Bumi sebagai titik asal  koordinat jadi posisinya adalah (0,0,0) dan S menyatakan Matahari  dengan koordinat ( X, Y, Z ) dapat dilihat pada Nautical Almanac atau dihitung dengan menggunakan  algoritma Meeus (1997).  Andaikan bidang x-h adalah bidang ekuator Bumi, maka Matahari akan mempunyai koordinat (X,Y,Z). Kedudukan relatif P terhadap S adalah;

x = x’ + X = r Cos d Cos  a
h = h’ + Y = r Cos d Sin  a                                                                (2-16)
z = z’ + Z = r Sin d

Akibatnya kita mempunyai ;
Tan a =       dan Sin dx ( x2 + h2+ z2 ) -1/2                                 (2-17)
Dengan demikian a  dan  d dapat kita tentukan.


2-3 Menentukan Elemen Orbit

Menghitung orbit benda langit  identik dengan menentukan elemen  orbitnya yaitu: a, e, i,  W, w dan T. Karena  ada enam konstanta yang harus  dihitung maka paling sedikit harus ada tiga pasang data pengamatan mengenai  a  dan  d sebagai fungsi waktu. Misalkan ( a1 , d1) , ( a2 , d2) menyatakan posisi ekuatorial  geosentrik planet tersebut pada saat t1 dan t2 dan ( l, b ) adalah longitude dan latitude planet tersebut. Jarak planet  ke Bumi  dinyatakan sebagai r maka dari pengetahuan tentang transformasi koordinat yang telah dipelajari pada Astronomi Bola, dapat ditunjukkan bahwa;

          Sin b = Sin d Cos e - Cos d Sin e Sin a
Cos b Sin l = Sin d Sin e - Cos d Cos e Sin a                                                            (2-18)
Cos b Cos l = Cos d Cos a

Dalam hal ini untuk perhitungan yang tidak memerlukan ketelitian tinggi dapat diambil nilai  e = 23027’ dengan demikian dari pernyataan diatas dapat dihitung ( l1, b1 ) dan ( l2, b2 ), yaitu nilai ( l, b ) pada saat t1 dan t2. Maka  koordinat siku-siku ekliptika geosentrik adalah;

Untuk waktu t1
x1 = r1 Cos b1 Cos l1
y1 = r1 Cos b1 Sin l1
z1r1 Sin  b1

Untuk waktu  t2
x2 = r2 Cos b2 Cos l2
y2 = r2 Cos b2 Sin l2                                                                                                   (2-19)
z2r2 Sin b2

Karena bidang orbit Bumi identik dengan bidang ekuator Matahari maka dapat dianggap latitude Matahari ,  B @ 0

Untuk waktu t1
X1 = R1 Cos L1                                     
Y1 = R1 Sin L1                                    
Z1 = 0                                     

Untuk waktu t2
X2 = R2 Cos L2
Y2 = R2 Sin L2                                                                                                              (2-20)
Z2 = 0

Dalam hal ini  R dan L masing-masing adalah jarak Bumi-Matahari dan longitude geosentrik Matahari. Koordinat ini (XY, Z ) dapat dilihat pada Nautical Almanac untuk setiap waktu t. Untuk lebih jelas  perhatikanlah gambar 2-8 dengan S,P,E dan r masing-masing menyatakan Matahari, Planet, Bumi dan jarak matahari ke Planet.

Gb.2-9 Konversi posisi ekliptika helionsentrik ke sistem ekliptika geosentrik

Dalam sistem baru ini l dan b adalah longitud planet P dan ini  adalah koordinat heliosentrik P. Kemudian jika X0,Y0,Z0  menyatakan koordinat kartesis P didalam sistem heliosentrik, maka  kita mempunyai;

x0 = x – X = r Cos b Cos l
y0 = y – Y = r Cos b Sin  l                                                                                            (2-21)
z0 = z – Z = r Sin b

Pada saat t1 kita dapatkan;

x0(t1) = x1 – X1 = r1 Cos b1 Cos l1
y0(t1) = y1 – Y1 = r1 Cos b1 Sin  l1                                                                                (2-22)
z0(t1) = z1 – Z1 = r1 Sin b1

Sedangkan untuk t2 kita peroleh;

x0(t2) = x2 – X2 = r2 Cos b2 Cos l2
y0(t2) = y2 – Y2 = r2 Cos b2 Sin l2                                                                                 (2-23)
z0(t2) = z2 – Z2 = r2 Sin b2

Substitusi persamaan (2-20) dan (2-21) pada pernyataan diatas  maka kita peroleh;
r1 Cos b1 Cos l1 = r1 Cos b1 Cos l1 – R1 Cos L1
r1 Cos b1 Sin l1 = r1 Cos b1 Sin l1 – R1 Sin L1                                                            (2-24)
r1 Sin l1 = r1 Sin b1

dan ;
r2 Cos b2 Cos l2 = r2 Cos b2 Cos l2 – R2 Cos L2
r2 Cos b2 Sin l2 = r2 Cos b2 Sin l2 – R2 Sin L2                                                            (2-25)
r2 Sin b2 = r2 Sin b2

dalam pernyataan ini harga R1 , R2 , L1, L2 , atau  X1 , Y1, X2 , Y2 dapat dilihat pada Nautical Almanac untuk saat t1 dan t2 . Selanjutnya nilai  l dan b dapat kita  hitung. Andaikan lintasan planet mengelilingi Matahari dalam bentuk lingkaran, dengan perkataan lain r1 = r2 jadi hanya satu besaran r yang perlu  ditentukan. Selanjutnya  r, l dan b untuk t1 dan t2 dapat kita tentukan. Dengan mengambil kuadrat  pernyataan r2 Cos b2 Sin l2  dan r2 Cos b2 Cos l2  dari persamaan (2-25) dan kemudian menjumlahkannya diperoleh;

r22  = r22  + R22 -2 r2 R2 Cos b2 Cos ( l2 –l2)                                           (2-26)

tetapi r1 = r2  akibatnya jika r1 diketahui  maka r2 dapat dihitung dengan demikian pernyataan (2-23) dapat digunakan untk mencari l2 dan b2 . demikian pula jika r1 dapat ditaksir, r1 dapat ditentukan dengan begitu l1 dan b1 dapat dihitung. Sekarang kita harus melihat bagaimana besaran ini dapat dipergunakan untuk menentukan elemen orbit. Dalam gambar 2-9, misalkan P1 dan P2  menyatakan posisi planet pada saat t1 dan t2 .

Gb.2-10 Segitiga bola dan bidang ekliptika

Dengan menggunakan hukum kosinus untuk segitiga bola P1NP2 kita mempunyai hubungan;

Cos A = Sin b1 Sin b2 + Cos b1 Cos b2 Cos (l2 – l1)                                                     (2-27)

Dalam hal ini ;

A adalah busur lingkaran yang ditempuh planet dalam interval waktu (t2 – t1). Jika koordinat  (l1 , b1 ) dan  ( l2 , b2 ) diketahui maka A dapat dihitung dari hukum Kepler III;

 , P dinyatakan dalam satuan hari

Massa planet dapat diabaikan karena ia jauh lebih kecil dari massa Matahari
maka  ;

                                                                                                                   (2-28)

Busur A ditempuh  dalam waktu;  

                                                                                                            (2-29)

Jadi dengan perkataan lain luas busur tempuhannya adalah;

                                                                                                           (2-30)

Nilai A yang dihitung dengan persamaan (2-29 ) haruslah sesuai dengan pernyataan (2-30) dan ini hanya berlaku bila ( l1, b1 )  dan ( l2, b2 ) menunjukkan hasil yang benar. Jadi (2-29) dan (2-30) dapat kita gunakan untuk menentukan ( l1, b1 )  dan ( l2, b2 ) dengan cara iterasi numerik. Prosedurnya sebagai berikut;

Algoritma ( r0 , ti , lI , bI , Ri , Li  ) i= 1,2

  1. Berikan  harga r0 sembarang pada r1
  2. Tentukan  ( r1 , l1 , b1 ) dari pernyataan  (2-24)
  3. Dari pernyataan  (2-26)  hitung r2  dalam hal ini  r2 = r1
  4. Gunakan  (2-25) untuk menghitung l2 dan b2

Untuk menentukan  i, w, dan W  perhatikanlah segitiga bola yang diragakan pada Gb.2-12 berikut.
Gb. 2-11 Aplikasi  rumus Napier dalam segitiga bola   untuk  menghitung elemen orbit dan analoginya pada hubungan i, w, dan W  suatu lintasan pada segitiga bola


Dengan kaedah Napier untuk saat t1 kita memperoleh;

Sin ( l1 - W ) = tan (900 – I ) Tan b1                                                             (2-21)

Hal yang sama untuk t2;

Sin ( l2 - W ) = tan (900 – I ) Tan b2                                                             (2-22)

Selanjutnya gunakan cara berikut;

 ( l2 - W ) = ( l1 - W )+ ( l2 – l1 ), maka pernyataan  (2-230) dapat ditulis sebagai;

Tan i { Sin ( l1 - W ) Cos ( l2 – l1 ) + Cos ( l1 - W ) Sin( l2 – l1 )} = Tan b2              (2-23)

Gabungkan  (2-23) pada (2-22) maka kita peroleh hasilnya;

Tan b1 Cos ( l1 - W ) + Tan I Cos( l1 - W ) Sin( l2 – l1 )} = Tan b2                        (2-24)

Substitusi (2-21) pada (2-25) maka kita peroleh hasil sebagai berikut;

Tan b1Cos( l2 – l1 ) + Tan I  Cos ( l1 - W ) Sin( l2 – l1 )} = Tan b2   atau dapat juga ditulis sebagai;

                                                          (2-25)

Dengan menggunakan kembali  pada pernyataan (2-21) ataupun pada  (2-22 ) nilai i dapat kita hitung. Harga W dapat dicari dari pernyataan ( lihat gambar 2-21  )

Sin W Cos i = Sin( l2W) Cos b1 – Cos ( l1W) Sin b1 Cos 900
                   =  Sin ( l1W) Cos b1

Dan

Cos w = Cos( l1W) Cos b1  + Sin ( l1W) Sin b1 Cos 900
           = Cos ( l1W) Cos b1

Dari kedua persamaan diatas diperoleh;

                                                                                               (2-26)


Perlu diiingat bahwa w dan ( l1W) berada dalam kuadran yang sama. Jadi dengan proses diatas bila P diketahui maka i, W dan w dapat ditentukan. Selanjutnya tinjaulah kasus jika radius vektor  sebuah objek diketahui  pada tiga posisi di langit  untuk watu yang berbeda. Maka elemen lintasan dapat kita tentukan dengan cara berikut. Misalkan benda langit bergerak mengitari Matahari dengan lintasan elip, periodenya P andaikan pula posisi koordinat heliosentrik ekliptika diberikan oleh  pernyataan;
 pada saat  t1
 pada saat  t2                                                                                  (2-27)
 pada saat  t3

Selanjutnya kita andaikan bahwa koordinat polar  (l,b,r) pada tiga saat  tersebut diketahui  dengan demikian  koordinat kartesis  ,  dan  pada saat itu dapat ditentukan. Misalkan N1, N2 dan N3 vektor satuan  seperti yang diperlihatkan pada gambar  2-9

 vektor  satuan pada garis nodal dengan arah ke titik simpul naik
 vektor  satuan yang tegak lurus pada  dan terletak pada bidang orbit
 vektor  satuan yang tegak lurus dan   jadi  = x 
Dapat  dilihat bahwa;

  = ( Cos W ) +( Sin W )
 = ( Cos i Sin W ) +( Cos i Cos W )  +( Sin i )                                           (2-28)
  = ( Sin i Sin W ) - (Cos W Sin i)  +( Cos i )

Dari vektor   dan   cari vektor satuan yang tegak lurus  dan   dengan cara sebagai berikut;

A1 +A2  +A3                                                                           (2-29)
Vektor ini tegak lurus  terhadap  bidang orbit dan identik dengan  oleh sebab itu dapat ditulis;
 A1 = ( Sin i Sin W )
A2 = - (Cos W Sin i)                                                                                                     (2-30)
 A3 = ( Cos i )

Dari sini kita peroleh;

i = Arc Cos (A3 )   dan  W = Arc Tg                                             (2-31)
Jadi bila    dan  diketahui maka i, W dapat kita hitung dan hanya berlaku bila   dan  non-collinear, persamaan  lintasan dapat ditulis kembali sebagai;

                                                             (2-32)

Dalam hal ini f adalah anmali benar dan u sudut yang dibentuk dari titik simpul naik ke radius vektor pada bidang orbit, selanjutnya kita lihat bahwa bila dinyatakan dalam besaran skalar maka;

e Cos w(r1 Cos u1 – r2 Cos u2 ) + e Sin w(r1 Sin u1 – r2 Sin u2 ) = r2 – r1
e Cos w(r1 Cos u1 – r3 Cos u3 ) + e Sin w(r1 Sin u1 – r3 Sin u3 ) = r3 – r1                     (2-33)

Tetapi  r Cos u =  dan  r Sin u =                                                     (2-34)

Oleh sebab itu persamaan  (2-33 ) dapat ditulis sebagai;
                                                                                                                     (2-35)

Karena W dan i diketahui maka sistem persamaan linier ini dapat diselesaikan bila bentuk ( e Cos w ) dan ( e Sin w ) telah ditentukan.
Misalkan diketahui  ( e Cos w ) = a1  dan ( e Sin w ) = a2 maka kita peroleh;

 dan                                                             (2-36)
Karena  e > 0, kuadran w ditentukan oleh tanda aljabar dari besaran ( e Cos w ) dan besaran ( e Sin w ). Dari persamaan  (2-240 )  setengah sumbu panjang elip dapat kita tentukan, yaitu;

                                                         (2-37)

Setiap harga r yang dipergunakan harus memberikan hal yang sama, karena tadi kita andaikan periode P diketahui maka dengan menggunakan kaedah hukum Kepler III, a dapat ditentukan, demikian pula sebaliknya bila P tidak diketahui maka a harus dihitung lebih dahulu. Saat melewati perihelion dapat dicari dengan bantuan  pernyataan;               r = a(1 – eCosE)   dan persamaan  Kepler;  M=E-eSinE, dalam hal ini M dapat ditentukan pada setiap saat pengamatan. Harga T dapat diperoleh dari bentuk;
                                                                                   (2-38)
Untuk mencari elemen orbit a, e, i, W, w dan T sebenarnya hanya diperlukan  dua posisi dalam koordinat polar, dengan menggunakan  konstanta luas dan persamaan (2- ) nilai a,e dan w dapat diturunkan. Berikut diberikan sebuah contoh  cara menentukan elemen orbit dari suatu benda langit.

2-4 Ilustrasi

Koordinat heliosentrik sebuah objek yang bergerak diberikan oleh tabel 2-1 dibawah ini. Dari pengamatan diketahui gerak harian rata-rata objek adalah, 40,0923/hari. Pertanyaannya tentukanlah elemen orbit benda langit tersebut



Tabel 2-2 Posisi polar objek pada tahun 1960
No
Tanggal
l
b
r(SA)
1
Juni, 1, 0h UT
1420 45’ 40”
60 58’43”
0,34200
2
Juni 6, oh UT
1660 37’ 56”
60 08’47”
0,37022
3
Juni 11, 0h UT
1860 58’ 43”
40 35’51”
0,39867

Dari pernyataan (2-22 ) transformasi koordinat polar ke koordinat kartesis kita peroleh harga x,y dan z untuk ketiga data pengamatan tersebut;

Tabel 2-3 Posisi kartesis objek pada tahun 1960
No
Tanggal
R(SA)
x
y
z
1
Juni, 1, 0h UT
0,34200
-0,27025
0,20542
0,0415
2
Juni 6, oh UT
0,37022
-0,35812
0,08510
0,03964
3
Juni 11, 0h UT
0,39867
-0,39444
-0,04828
0,03195

Jadi;
Dengan demikian hasil kali vektor;


Jadi  i = Cos-1 (0,99254)=70 0’                                                                (2-39)

                                                                                         (2-40)

Oleh sebab itu;
                                                                                          (2-41)

Kita lihat bahwa N3 identik pernyataan momentum sudut, sehingga:

                                                                  (2-42)

Dari persaaman (2-41  ) dan (2-42 )


 dan  
                                                                                                           (2-43)
 dan  

Oleh sebab itu dengan melihat persamaan ( ) kita peroleh;

0,14815 e Cos w + 0,01586 e Sin  w = 0,02822                                                          (2-44)
0,27135 e Cos w + 0,07904 e Sin  w = 0,05667

Dengan menyelesaikan persamaan ini diperoleh;

e Sin  w = 0,09966      dan  e Cos w = 0,17981, sehingga didapat;
e = 0,2056  dan   w = 280 59’,8

Selanjutnya, gunakanlah data ini untuk menentukan r, E1 dan T . Setengah sumbupanjang a, dapat dihitung dari pernyataan (2-246).

 a=
atau  a= 0,38702
karena nilai e sudah diketahui maka, untuk tanggal Juni 10,00

r1 = a (1-e Cos E1 ) atau  0,34200=0,38702(1-0,2056 Cos E1 )
atau

Cos E1 = 0,56576   atau E1 = 550 32’,7

Dari persamaan Kepler diperoleh M1 (ingat E1 dinyatakan dalam radian). Jadi;

M1 = E1 – e Sin E1 = 0,96944- (0,2056)(0,82457) = 0,79991 radian

Oleh sebab itu dari persamaan diatas, kita peroleh
 atau 0,79991 = 0,07142(t1 – T ) dengan demikian (t1 – T )= 11,200

Dan karena  t= Juni 1,00 = “May 32,00 “ maka kita peroleh  T=  1960 May 20,800 .
Kesimpulan akhir diragakan dalam tabel  berikut;

Tabel 2-4    Eleman orbit objek
No
Elemen orbit
Data
1.   
Saat terakhir lewat perihelion, T
1960 May 20,800
2.   
Setengah sumbu-panjang elip, a
0,38702 SA
3.   
Eksentrisitas, e
0,2056
4.   
Inklinasi, i
70 0’
5.   
Sudut simpul naik, W
470 47’,6
6.   
Argumen perihelium, w
280 59’,8

Untuk memeriksa apakah harga a yang kita peroleh sudah benar, dapat digunakan hukum Kepler III;

Karena m << 1  maka    atau  a = = 0,38712 SA
Dalam hal ini tampak sampai desimal ketiga hasil ini cukup signifikan dengan nilai setengah sumbu panjang a, yang diragakan dalam tabel diatas.


2-5 Orbit parabolik

Dari pembahasan terdahulu. Bila kita mempunyai suatu sistem orbit yang berbentuk elip, maka pada lintasan tersebut berlaku;
  1. Konstanta Kepler   
  2. Persamaan energi sistem   dengan M = m1 + m2 dan 
            m2 << m1
  1. Persamaan lintasan   dan 

Apabila lintasan berubah menjadi parabola maka E = 0 atau dengan perkataan lain
 , kemudian nyatakan  v sebagai rh dan untuk saat t= T misalkan r = q maka kita peroleh  , dengan demikian untuk mencari persamaan lintasan yang berbentuk parabola dapat dilakukan dengan mengganti h pada pernyataan elip, kita peroleh;

                                                                                      (2-45)

Dalam hal ini f disebut anomali benar, diukur dari perihelion, untuk lebih jelas perhatikan gambar berikut ini
Gb.2-12 Ilustrasi komet yang melintasi Matahari dalam orbit parabola


Selanjutnya dari konstanta luas (setelah mengganti q dengan f) , kita peroleh;

 

oleh sebab itu dapat ditulis;

                                                                (2-46)

Andaikan;
  1. Pada saat T komet ada di perihelion (f = 0)
  2. Pada saat t, komet ada di tempat lain (f¹0)

Maka bila persamaan diatas diintegrasikan dari saat T ke t , ruas kanan harus kita integrasikan  dari 0 sampai f, bila diselesaikan diperoleh;

                                                                     (2-47)

Untuk menyederhanakan persamaan ini misalkanlah;

  akibatnya,  

Substitusikan persamaan ini pada (2-47) dan ambillah M sebagai satuan maka kita peroleh;

                                                                                          (2-48)
 jadi   atau                 (2-49)

Oleh sebab itu untuk menentukan f  harus diselesaikan lebih dahulu tiga persamaan berikut secara berurutan.

Harap diingat, dalam hal massa matahari M diambil sebagai satuan, maka nilai  k adalah konstanta Gauss dan q dalam satuan astronomi

Studi Kasus 1. Komet dalam orbit parabola
Bongkahan es raksasa datang dari awan Oort dan bergerak mengelilingi Matahari, ketika mendekati Jupiter orbitnya diganggu sehingga menjadi parabola. Sesaat setelah melewati Matahari bongkahan es tadi mencair dan kandungan gas beku menguap ke dalam ruang antar planet, selanjutnya benda terlihat sebagai komet

Persoalannya

(a)    hitung kecepatan lingkaran benda tersebut V0 pada jarak 2 tahun cahaya dari Matahari
(b)   hitung kecepatan komet di titik A(lihat gambar), ketika ia berjarak rA=2 SA dan ketika ia berada di perihelion rP= 1SA
(c)    tentukan persamaan r = r(q) dalam kasus geraknya parabola

Penyelesaian

(a) untuk orbit lingkaran;
  jarak komet ke matahari R = 2 tahun cahaya=  2x9,5 1015 = 19´1015 meter
= 84 m/det

(b)


Gb.2-13 Lintasan parabola sebuah komet, P titik perihelion sedangkan A titik sembarang pada orbit, p menyatakan lotus rectum, q jarak perihelion dan hubungannya adalah  p=2q

Persamaan energi yang berlaku adalah;
Karena
1)      r0 = 2 ly merupakan jarak yang jauh lebih besar dibandingkan denagn rA= 2 SA
2)      V0 << VA

maka dapat ditulis

 km/det

 km/det

(c) persamaan irisan kerucut;


Untuk lintasan parabola berlaku,  e=1, jadi diperoleh bentuk;

Atau secara singkat ;

Dalam hal ini q titik terdekat komet(perihelium)


Studi Kasus 2. Menentukan massa bintang ganda visual

Pendekatan two-body problem dapat digunakan untuk menentukan massa bintang ganda visual, bila magnitudo bolometrik(magnitudo untuk seluruh panjang gelombang)diketahui. Untuk itu dalam mempelajari dinamika system bintang berdua visual  ada  beberapa pernyataan yang dapat digunakan untuk menghitung jarak dan massa bintang


1. Paralak dinamik
Tinjau hukum harmonik;
 

Untuk bintang ganda visual M1 dan M2 hampir sama besarnya, massa bintang yang satu tidak bisa diabaikan terhadap massa yang lain, selain itu setengah sumbu panjang orbit,   a dinyatakan dalam detik busur dan jarak dinyatakan dalam parsek sedangkan massa dalam satuan massa Matahari. Karena paralak p=1/d dalam detik busur, maka pernyataan diatas menjadi;

    

Jika P dalam tahun, massa dalam satuan massa matahari maka  bentuk pernyataan diatas ini menjadi
  

Pernyataan diatas, dikenal sebagai  paralak dinamik dalam hal ini;
p- paralak dalam detik busur dan setengah sumbu panjang, a dalam detik busur
P-periode revolusi dinyatakan dalam tahun
Mi massa bintang ke- i dalam satuan massa matahari

2. Magnitude bolometric versus paralak


Mb – magnitude absolute bolometric
mb – magnitude semu bolometrik
p –paralak

3. Hubungan massa-luminositas

Log M = 0,1 (4,6 - Mb ) bila 0 < Mb < 7,5

Log M = 0,145 (5,2 - Mb ) bila 7,5 < Mb < 11
Dalam hal ini M – massa bintang

Sebagai contoh akan dihitung massa dan jarak bintang ganda visual ADS 1733 dengan elemen orbit sebagai berikut;

Informasi tentang bintang ganda visual ADS 1733
Elemen Orbit
Luminositas
a = 1”,673
mb1=8,1 magnitude semu bolometrik bintang primer
e = 0.426.
mb2=9,1 magnitude semu bolometrik bintang sekunder
P = 168.303 tahun.


Dalam nomenklatur simbol setengah sumbu panjang orbit elips,  a umumnya diganti dengan a. Hasil iterasi diperlihatkan dalam tabel berikut;        



  

Iterasi
M1 + M2
p
1Mb
2Mb
M1
M2
0
2
0,04356
6,305457
7,305457
0,691367
0,495118
1
1,593243
0,04699
6,470037
7,470037
0,654402
0,468646
2
1,358145
0,049559
6,585597
7,585597
0,629634
0,450909
3
1,219344
0,051372
6,66363
7,66363
0,613442
0,439313
4
1,13605
0,052598
6,714845
7,714845
0,603042
0,431865
5
1,085478
0,053402
6,747805
7,747805
0,596442
0,427138
6
1,054529
0,05392
6,768743
7,768743
0,592287
0,424163
7
1,035489
0,054248
6,781931
7,781931
0,589685
0,422299
8
1,023737
0,054455
6,790193
7,790193
0,58806
0,421136
9
1,016466
0,054585
6,795352
7,795352
0,587049
0,420411
10
1,011963
0,054665
6,798566
7,798566
0,586419
0,41996













Dalam tabel diatas sebagai nilai awal diambil M1 + M2 = 1

Kesimpulan
  1. Paralak dinamik bintang ganda tersebut adalah 0”,054 atau jaraknya d=18,52 parsek
  2. Massa dari bintang ganda tersebut adalah M1 = 0,58 M0  dan M2 = 0,42 M0
  3. Magnitudo absolut bolometrik bintang tersebut adalah 1Mb = 6,79 dan 2Mb = 7,79

Studi Kasus 3. Menentukan periode dari luas daerah yang disapu

Diketahui sebuah planet bergerak dalam orbit elips, dengan F adalah posisi Matahari seperti gambar berikut ini, busur BPB’ ditempuh dalam waktu 2T1. Sedangkan untuk busur B’AB, diperlukan waktu 2T2  



Pertanyaannya, buktikan bahwa

Bukti
Tinjau lintasan setengah elips BPB’
Menurut hukum Kepler : Dua kali luas daerah yang disapu persatuan waktu adalah tetap yaitu sebesar h(momentum sudut) dengan;
Luas D BFB’ =
Luas daerah  PBFB’ adalah: Luas BPB’ – Luas DBFB’ =  = hT1
Luas daerah BFB’A = Sisa luas daerah = = hT2

Rasio luas kedua daerah tersebut(PBFB’/BFB’A) adalah ;


Oleh sebab itu jika T1 dan T2 diketahui maka setengah periode orbit,T dapat dicari, yaitu T= T1 + T2 atau periode P=2T

Studi Kasus 4. Menentukan definisi 1 satuan astronomi pada saat asteroid mendekati Bumi

Beberapa dekade yang lalu Eros mendekati Bumi, banyak informasi yang dapat dipelajari tatkala ada benda langit yang mendekati Bumi. Pada saat oposisi dilakukan pengamatan Eros dari dua observatorium A dan B yang terpisah sejauh 1519 kilometer, masing-masing observatorium mengamati Eros dan bintang standard yang sama (lihat gambar). Sudut diantara dua objek tadi adalah SAE =6² sedangkan sudut EBS = 8². Ketika pengamatan dilakukan Eros dan Bumi sedang berada diperihelium. Andaikan Bumi dan Eros adalah co-planar hitunglah paralak harian Eros. Selain itu definisi satuan astronomi juga bisa direvisi kembali dengan datangnya Eros. Jika  Eros mempunyai periode P= 642 hari dan eksentrisitasnya, e = 0,223 tentukanlah jarak Bumi ke Matahari pada saat Eros diamati dalam satuan kilometer dan bandingkan hasilnya dengan data sebelumnya

Penyelesaian

a)      Jarak Eros;


Untuk mengukur jarak Eros ditentukan sudut SAE dan sudut SBE dengan satu bintang standar,S  bintang terlihat sejajar baik dari titik A maupun titik B

Pendekatan yang dilakukan
  1. jarak AB bisa diabaikan terhadap jarak Eros-Bumi
  2. bintang yang sama terlihat sejajar dari A dan B

dengan demikian;

Tg AEB' =Tg AEB=AB'/ B'E=AB/BE   dalam hal ini BE adalah jarak eros ke Bumi, d dengan demikian, sudut AEB= 6"+8"=14"

kilometer=22,38 ´106 km

Besaran  ini merupakan jarak minimum Eros ke Bumi, sehingga paralaknya menjadi maksimum yaitu;

  
(b) dari hukum Kepler:      SA

Pada saat Eros dan Bumi di perihelion berlaku;

SE=a(1-e)=1,457´(1-0,223)=1,47´0,777=1,132 SA
SB=a(1-e)=1´ (1-0,0167)=0,983=0,983 SA
Jarak Eros ke Bumi = SE-SB®22,38 ´106 km= 0,149 SA

Sehingga ; definisi  1 SA = 22,38x106 / 0,149 = 150,2 ´106 km » 150 ´106 kilometer
Pesan dari soal ini adalah, ternyata dengan mengamati asteroid orang bisa merevisi kembali definisi satu satuan astronomi.

Gambar 7 Geometri posisi Bumi dan Eros  pada saat pengamatan
                                     dalam hal ini  S-matahari,  B-Bumi dan E- Eros


Studi Kasus 5. Menentukan paralak trigonometri  dari dua tempat di Bumi

Pada tanggal 13 April 2029, sebuah asteroid 99942-Apophis mendekati Bumi, pada saat itu  jaraknya adalah 0,10 LD(lunar distance = jarak rerata Bumi-Bulan). Sekelompok astronom akan mengukur paralak asteroid tersebut dari Observatoire de Paris dan Naval Observatory Washington, secara simultan. Posisi geografi kedua observatorium tersebut adalah;
Observatoire de Paris(France):
l1 = 2o20’14² Timur = - 2o20’14² dan j1 = 48o50’11² Utara = + 48o50’11²
Naval Observatory Washington(USA);
l2 = 77o03’56² Barat = +77o03’56² dan  j2 = 38o55’17² Utara = +38o55’17²

Pertanyaannya:Hitunglah jarak linier kedua observatorium tersebut dan berapakah  paralak asteroid tersebut bila dihitung ?

Penyelesaian
Jika koordinat geografi, longitude(bujur), l dan latitude(lintang), j dua titik di permukaan Bumi maka jarak sudut keduanya d, dapat dihitung dari;


Jarak liniernya dapat dihitung dari;

     

R, jari-jari Bumi yaitu 6371 kilometer dan d dalam derajad maka S dalam kilometer
Jika d dalam radian maka  dalam hal ini S dalam kilometer
Dengan memasukkan data diatas diperoleh jarak Washington-Paris adalah, S= 6181,6 km
Jarak asteroid d = 0,1 LD = 0,1´384400 km = 38440 km

 Efek projeksi kedudukan asteroid relatif terhadap bintang latar belakang

Paralak asteroid a, dapat dihitung dari;

jadi paralaknya  adalah a = 9o,21


Ragam Soal Latihan
1) Planet Mars mempunyai elongasi j1= 600  dan pada saat bersamaan sebuah asteroid tampak dengan sudut phase  b = 300 dan elongasi j2 = 450. Jika jarak Mars-Matahari 1,5 Satuan Astronomi dan kamu sekarang berumur 17 tahun, namun sejak lahir kamu tinggal di Mars berapakah umurmu sekarang dalam penanggalan  Mars  ?. Selanjutnya hitunglah.

a) jarak asteroid itu dari Matahari (r1 )
b) jarak Mars dari Bumi (r2)
c) jarak asteroid dari Mars (r3 )
d) tempo yang diperlukan asteroid untuk kembali ke posisi semula relatif terhadap  bintang latar belakang

2) Orbit Parabola

a.       Energi Total, Et, sistem dua benda yang bergerak mengitari pusat massanya dapat dinyatakan dalam pernyataan:

Ek + Ep  = Et

Dalam hal ini Ek dan Ep masing-masing menyatakan energi kinetis dan energi potensial. Energi total dapat berharga negatif, nol dan positif. Deskripsikan kriteria energi sistem untuk lintasan elips, parabola dan hiperbola! Uraikan jawab saudara!
b.      Komet periode panjang dianggap mempunyai lintasan parabola. Anomali benar f komet tersebut dapat dicari dari persamaan Baker:


sedangkan jaraknya ke Matahari dihitung dari pernyataan:


Ingat, jika massa Matahari, M, diambil sebagai satuan,  jarak dalam satuan astronomi (SA), waktu dalam tahun (year), dan konstanta Gauss, k, maka konstanta ini nilainya adalah k = 0,01720209895

Pertanyaannya:  Seandainya komet X berada di  perihelium pada tanggal 6 Januari 2009 pada pukul 24:00 dengan jarak q =1,2 SA, berapakah jaraknya ke Matahari dan anomali benar komet tersebut pada tanggal 8 Januari  2009 pada jam yang sama? Untuk menjawab pertanyaan ini, gunakan metoda numerik! Lengkapi prosedur perhitungan dengan diagram alir (flowchart)!

3) Sebuah asteroid bergerak mengelilingi Matahari dengan periode 4,5 tahun dan mempunyai setengah sumbu pendek lintasannya yang berbentuk elip 3,2 SA. Bila eksentrisitas  asteroid itu e = 0,4 .  Berapakah luas daerah yang telah disapu oleh asteroid itu selama 1,5 tahun. Seandainya asteroid itu beroposisi pada tanggal 31 Juli 2006, tanggal berapakah ia akan beroposisi kembali?

4) Sebuah asteroid bergerak dengan orbit elips, jika eksentrisitasnya adalah e buktikan       bahwa rasio kecepatan kuadrat di aphelion terhadap kecepatan kuadrat di pherihelion  adalah;
                               

5) Sekelompok peneliti cuaca  meluncurkan roket dari titik A yang terletak di ekuator menuju pulau kecil B(300LU)  yang ada diatasnya. Jika tempo yang dibutuhkan untuk tiba di pulau B tersebut  adalah 10 menit. Pertanyaannya, apakah roket itu akan jatuh di pulau B itu ?, jika tidak dimanakah ia jatuh ?. Ambil untuk Bumi, jejari, R = 6378 km  dan periode rotasi = 24 jam

6) Berikut diberikan data bintang ganda visual;

Tabel informasi tentang 3  bintang ganda visual
Star
Visual
P
[tahun]
a
[²]
Spectrum
p
[²]
m1
m2
S1
S2
a Centauri
-0.04
1.38
79.9
17.58
G2
K5
0. ²751
h Cas
3.47
7.22
480.0
11.99
G0
M0
0. ²176
e Hyd
3.7
4.8
15.0
0.21
G0
?
0. ²014

Ingat dalam fotometri, jika kita ingin menggunakan hubungan massa-luminositas magnitude visual harus dinyatakan dulu dalam magnitude bolometrik. Pertanyaannya;
a. Jika kita menggunakan iterasi perlukah dilakukan koreksi terhadap magnitude semu ?.
b. Hitunglah massa masing-masing bintang dengan 2 cara;
    1. sebagai tebakan awal ambil M1+M2 = 1
    2. sebagai nilai awal paralak dinamik ambil p = 0.1
c. Hitunglah galat relatif paralak dinamik tiap bintang jika sebagi acuan diambil data paralak yang dianut orang selama ini,
a Centauri      = 0.”751
h Cas             = 0.”176
e Hyd             = 0.”014